Selasa, 19 Januari 2016

ILMU KALAM



ILMU KALAM
(ALIRAN ASWAJA)
Disusun untuk memenuhi tugas semester VII


Dosen Pembimbing:





Penyusun: 
  Fatchul Anwar




Sokolah Tinggi Agama Islam Bahrul Ulum
Tambakberas jombang
2012

KATA PENGANTAR



السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه, اما بعد
            Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan penulis keni’matan, yaitu berupa kesehatan jasmani ataupun rohani sehingga dalam waktu yang ditentukan penulis telah menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Bapak Awalluddin. yaitu tugas Ilmu Kalam, dimana isi daripada makalah ini yaitu tentang aliran Ahlu Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah. Dan tak lupa terima kasih penulis yang tak terhingga kepada Bapak Awalluddin. atas apa yang telah beliau berikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Ilmu Kalam ini dengan sebaik-baiknya.
Di sini penulis telah menguraikan tugas Ilmu Kalam tentang aliran  Ahlu Al-Sunnah Wa-Al-Jama’ah yang merupakan golongan yang mengikuti sunnah-sunhah Rosul.
            Demikian sepatah kata yang diberikan oleh penulis, untuk kurang lebihnya penulis mohon maklum atas kekurangan dari tugas ini.


والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


                                                                        Jombang, 24 November 2012



PENULIS      

DAFTAR ISI

KARTA PENGANTAR............................................................................... i           
DAFTAR ISI................................................................................................ ii          
BAB I
PENDAHULUAN....................................................................................... 1          
A. Latar Belakang......................................................................................... 1          
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 1          

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian ahlu al-sunnah wa al-jama’ah................................................ 2
2.      Sejarah munculnya ahlussunnah waljama’ah.......................................... 4
3.      Aliran-aliran Ahlussunnah wal jama’ah.................................................. 6
A.    Al-Asy’ariyah............................................................................. 6
B.     Al-Maturidiyah........................................................................... 7
4.      Doktrin Ahlussunnah Wal Jama’ah dan Dinamikanya........................... 8
5.      Perkembangan Ahlussunnha wal jama’ah............................................... 9

KESIMPULAN........................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 12




BAB 1

PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pada era zaman akhir ini bermunculan Aliran-aliran yang beraneka ragam corak dan warnanya. Dimana masing-masing aliran mengklaim bahwa golongan merekalah yang paling benar.
Memang hal ini sudah disabdakan oleh Baginda Rosululloh SAW, bahwa umatnya nanti akan terpecah menjadi 73 golongan. Dan hanya satu yang selamat dan akan masuk syurga.
Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui ciri-ciri golongan yang di janjikan Rosulullah. Agar kita selamat. Atas dasar inilah penulis akan membahas tentang golongan yang setia pada Rosulnya dan sahabatnya yang kita kenal dengan golongan ASWAJA.
B.      Rumusan Masalah
  1. Apakah pengertian Ahlus Sunnah Wal Jama’ah?
  2. Bagaimanakah sejarah munculnya ASWAJA?
  3. Siapakah Aliran-aliran ASWAJA?
  4. Apa sajakah doktrin-doktrin ASWAJA?
  5. Bagaimanakah perkembangan ASWAJA?

















BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian ahlu al-sunnah wa al-jama’ah
Konsep ASWAJA selama ini masih menjadi rebutan setiap golongan, semua kelompok mengaku dirinya adalah penganut ajaran ASWAJA dan tidak jarang juga di gunakan untuk kepentingan sesaat. Apakah ASWAJA itu? Bagaimanakah pula dengan klaim itu, dapatkah dibenarkan?
Aswaja merupakan singkatan dari Ahlu Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah, dan dari situ ada tiga kata yang membentuk istilah tersebut :
  1. Ahlun berarti keluarga, golongan atau pengikut
  2. Al-sunnah yaitu segala sesuatu yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, meliputi perbuatan, perkataan, dan ketetapanya
  3. Al-jama’ah yakni apa yang telah disepakati oleh para sahabat pada masa al-khulafaurrasyidin.
Sebagaimana telah dikemukakan oleh Syekh Abdul Qodir Jalilani dalam kitab al-ghunayah li thalibi thariq al-haqq, juz I, hal.80
فاالسٌّنة ماسُنَّة رسول الله صلى الله عليه وسلم , والجماعة مااتّفق عليه اصحاب رَسُول اللهِ صلّى اللهُ عليهِ وسلّمَ فى خلافة الأمَّةِ الأربعةِ الخلفاءِ الراشدينَ الْمهديٌن رحمةُ اللهِ عليهم اجمعين ( الغنية لطالب طريق الحق جز 1 ص80  )
Artinya : Yang dimaksud dengan al-sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW meliputi ucapan, prilaku serta ucapan beliau. Sedangkan pengertian al-jama’ah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat Rasulullah SAW. Pada masa al-khulafaurrasyidin yang empat yang telah diberi hidayah (mudah-mudahan Allah SWT memberi rahmat pada mereka semua). Al-Ghunyah li Thalibi Thariqi al-Haqq juz I hal.80.
            Jadi ASWAJA merupakan ajaran yang mengikuti semua yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Sebagai pembeda dengan yang lain ada tiga ciri khas kelompok ini, yakni tiga sikap yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya, ketiga ciri tersebut adalah :
a.       Al-tawassuth yaitu sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri maupun ekstri kanan.
b.      Al-tawazzun yaitu seimbang dengan segala hal termasuk dalam menggunakan dalil aqli dan dalil naqli
c.       Al-I’tidal yaitu tegak lurus
Ketuga prinsip tersebut dapat dilihat dalam keyakinan keagamaan (teology), perbuata lahiriyah serta masalah akhlaq yang mengatur gerak hati(tasawwuf). Dalam praktek keseharian , ajaran ahlu al-sunnah wa al-jama’ah dibidang teologi tercerminkan dalam rumusan yang digagas leh Imam al-Asy’ari dan Imam al-Maturidzi, sedangkan dalam masalah perbuatan badaniyah terwuud dalam mengikuti madzhab empat, yakni Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali, dan dalam tasawuf mengikuti rumusan Imam Junaidi al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali.
Mereka mempunyai pendapat tentang masalah agama baik yang fundamental maupun divisional. Sebagai bandingan Syi’ah. Di antara mereka ada yang disebut generasi Salaf dan generasi Kholaf.
Generasi Salaf, adalah generasi awal mulai dari para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in. mereka mempercayai kebenaran ayat-ayat Mutasyabihat, yakni ayat-ayat yang mengandung arti ganda yang ada di dalam Al-Qur’an, terutama yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah, dan membenarkannya tanpa berdiskusi dan memperdebatkan arti sebenarnya, mereka memahami  ayat-ayat tersebut secara umum saja, dan mereka menganggap adanya perdebatan sekitar hakikat makna ayat-ayat tersebut tidak memberi maslahat bagi umumnya umat Islam.
      Generasi Kholaf, adalah generasi yang muncul pada abad ke-3 Hijriah, di tengah-tengah maraknya pergolakan kehidupan intelektual umat Islam karena beberapa hal, antar lain heterogenitas (beraneka macam) masyarakat Islam, yang terdiri dari berbagai macam kebangsaan, kebudayaan dan latar belakang tradisi dan keyakinan (seperti Arab, Parsi, mesir dan lain-lain), yang membaur menjadi satu dalam komunitas Muslim, mereka saling mempengaruhi dan beradaptasi. Khusus menghadapi ayat-ayat Mutasyabihat, golongan ini tidak trbatas melakukan pendekatan Tafwidl (penyarahan total) tetapi menggunakan penafsiran yang dipandang lebih sesuai dengan ke Maha Sucian Allah,dan ke-Maha Agungan-Nya dan lebih menjauhkan dari sikap penyerupaan terhadap Allah dengan sifat-sifat makhluk.
            Dalam buku lain di jelaskan:”Ahlus sunnah Wal Jama’ah adalah golongan umat islam yang selalu berpegang teguh pada kitab allah ( al-qur’an) dan susunah rosul,serta para sahabat Nabi SAW, Melaksanakan petunjuk dari al-qur’an dan sunah rosul tersebut.[1]
Faham atau aliran ASWAJA dalam bidang:
  1. Aqidah Islamiah, mengikuti faham atau madzab dari imam Abul Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi
  2. Fiqih, mengikuti salah satu dari madzab yang empat, yaitu: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali
  3. Tasawuf, mengikuti thariqah dari Imam Abul Qosim Al Junaid Al Baghdadi, Imam Ghozali.
Sehingga apabila di ucapkan secara mutlak kata-kata ASWAJA maka kita tidak dapat menunjuk kecuali orang-orang tersebut di atas.

2.      Sejarah munculnya ahlussunnah waljama’ah
Ahlul- Sunnah ( اهل السنة   ). Ahlussunnah adalah mereka yang senantiasa tegak diatas islam berdasarkan Qur’an dan Hadits yang shahih dengan pemahaman para sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in. Penamaan istilah Ahlus Sunnah ini sudah ada sejak generasi pertama Islam pada kurun yang dimuliakan Allah yaitu generasi Shahabat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in.
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu 'anhu berkata ketika menafsirkan firman Allah Subhanahuwa Ta'ala: "
يوم تبيض وجوه وتسود وجوه فاما الذين اسودت وجوههم اكفرتم بعد ايما نكم فذوقوا العذاب بما كنتم تكفرون ( ال عمران: 106)
Artinya : Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): ‘Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu." [Ali Imran:106].  
“Adapun orang yang putih wajahnya mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, adapun orang yang hitam wajahnya mereka adalah ahlu bid’ah dan sesat.”. [1]
Kemudian istilah Ahlus Sunnah ini diikuti oleh kebanyakan ulama Salaf rahimahullah diantaranya:
a)      Ayyub as-Sikhtiyani Rahimahullah (wafat th. 131 H), ia berkata, “Apabila aku dikabarkan tentang meninggalnya seorang dari Ahlus Sunnah seolah-olah hilang salah satu anggota tubuhku.”
b)      Sufyan ats-Tsaury Rahimahullah (wafat th. 161 H) berkata: “Aku wasiatkan kalian untuk tetap berpegang kepada Ahlus Sunnah dengan baik, karena mereka adalah al-ghuraba’(orang yang terasing). Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”. [2]
c)      Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah (wafat th. 187 H) berkata: “...Berkata Ahlus Sunnah: Iman itu keyakinan, perkataan dan perbuatan.”
d)     Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallaam Rahimahullah (hidup th. 157-224 H) berkata dalam muqaddimah kitabnya, al-Imaan : “ Maka sesungguhnya apabila engkau bertanya kepadaku tentang iman, perselisihan umat tentang kesempurnaan iman, ber-tambah dan berkurangnya iman dan engkau menyebutkan seolah-olah engkau berkeinginan sekali untuk mengetahui tentang iman menurut Ahlus Sunnah dari yang demikian...”

e)      Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah (hidup th. 164-241 H), beliau berkata dalam muqaddimah kitabnya, as-Sunnah: “Inilah madzhab Ahlul ‘Ilmi, Ash-habul Atsar dan Ahlus Sunnah, yang mereka dikenal sebagai pengikut Sunnah Rasul j dan para Shahabatnya, dari semenjak zaman para Shahabat Radhiyallahu Ajmai'in hingga pada masa sekarang ini...”
f)       Imam Ibnu Jarir ath-Thabary Rahimahullah (wafat th. 310 H) berkata: “...Adapun yang benar dari perkataan tentang keyakinan bahwa kaum mukminin akan melihat Allah pada hari kiamat, maka itu merupakan agama yang kami beragama dengannya, dan kami mengetahui bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa ahli Surga akan melihat Allah sesuai dengan berita yang shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam”. [3]
g)      Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad ath-Thahawy Rahimahullah (hidup th. 239-321 H). Beliau berkata dalam muqaddimah kitab ‘aqidahnya yang masyhur (‘Aqidah Thahawiyah): “...Ini adalah penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”
Dengan penukilan tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa lafazh Ahlus Sunnah sudah dikenal di kalangan Salaf (generasi awal umat ini) dan para ulama sesudahnya. Istilah Ahlus Sunnah merupakan istilah yang mutlak untuk melawan Ahlul Bid’ah. Para ulama Ahlus Sunnah menulis penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus Sunnah agar ummat faham tentang ‘aqidah yang benar dan untuk membedakan antara mereka dengan Ahlu Bid’ah. Sebagaimana telah dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Barbahary, Imam ath-Thahawy serta yang lainnya. Dan ini juga sebagai bantahan kepada orang yang berpendapat bahwa istilah Ahlus Sunnah pertama kali dipakai oleh golongan Asy’ariyah, padahal Asy’ariyah timbul pada abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah. [4]

3.      Aliran-aliran Ahlussunnha wal jama’ah
Term ahlussunnha wal jama’ah banyak dipakai setelah munculnya aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran Mu’tazilah[5]. Harun Nasution –dengan meminjam keterangan Tasy Kubro Zadah- menjelaskan bahwa aliran ahlussunnha wal jama’ah muncul atas keberanian dan usaha Abu Hasan Al-Asy’ariyah sekitar tahun 300 H [6].

  1. Al-Asy’ariyah
Riwayat singkat Al-Asy’ariyah
Nama legkap Al-Asy’ariyah adalah Abu Al-Hasan Ali bi Isma’il bin Ishaq bin Salim bin Isma’il bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari [7]. Meurut beberapa riwayat, Al-Asy’ari lahir di Bashrah pada tahun 260 H/875 M. ketika lebih dari 40 tahun, ia hijrah ke kota Baghdad dan wafat di sana pada tahun 324 H/935 M. [8]
Menurt ibnu Asakir, ayah Al-Asy’ari adalah seorang yang berfaham Ahlussunnah dan ahli hadits. Ia wafat ketika Al-Asy’ari masih kecil. Sebelum wafat, ia berwasiat kepada seorang sahabatnya yang bernama Zakariya bin Yahya As-Saji agar mendidik Al-Asy’ari [9]. Ibu Al-Asy’ari sepeninggal ayahnya menikah lagi dengan seorang tokoh Mu’tazilah yang bernama Abu Ali Al-Jubba’I (w. 303H/915M), ayah kandung Abu Hasyim Al-Jubba’I (w. 321H/932M)[10]. Berkat didikan ayah tirinya itu, Al-Asy’ari kemudian menjadi tokoh Mu’tazilah, ia sering menggantikan ayah tirinya dalam perdebatan menentang lawan-lawan Mu’tazilah. Selain itu, banyak menulis buku yang membela alirannya [11].
Al-Asy’ari menganut faham Mu’tazilah hanya sampai ia berusia 40 tahun. Setelah itu, secara tiba-tiba mengumumkan dihadapan jama’ah masjid Basrah bahwa dirinya telah menunggalkan faham Mu’tazilah dan menunjukkan keburukan-keburukannya[12].  Menurut Ibnu Asakir, yang melatar belakangi Al-Asy’ari meninggalkan faham Mu’tazilah adalah pengakuan Al-Asy’ari telah bemimpi bertemu dengan Rasulullah SAW sebanyak tiga kali, yaitu malam ke-10, ke-20, dan ke-30 bulan ramadlan. Dalam tiga mimpinya itu, Rasulullah memperigatkan agar meninggalkan faham Mu’tazilah dan membela faham yang telah diriwayatkan dari beliau [13].
  1. Al-Maturidiyah
Abu Mansur Al-Maturidi dilahiran di Maturid, sebuah kota kecil di Samarkand, wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun kelahiranya tidak diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriyah. Ia wafat pada tahun 333 H/944 M [14]. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi bernama Nasyr bin Yahya Al-Balakhi, ia wafat tahun 268 H. al-Maturidi hidup dimasa khalifah Al-Mutawakil yang memerintah tahun 232-274 H/847-861 M.
Karir pendidikan al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi daripada fiqih. Ini dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam menghadapi faham-faham teologi yang banyak berkembang dalam masyarakat islam, yang dipandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara’. Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis, diantaranya adalah Kitab Tauhid, Ta’wil Al-Qur’an, Makhas Al-syara’I, Al-Jadl, Ushul fi Uahul ad-Din, Maqalat fi Al-Ahkam Radd Awa’il Al-Abdillah li Al-Ka’bi, Radd Al-Ushul Al-Khamisah li Abu Muhammad Al-Bahili, Radd Al-Imamah li al-Ba’ad Al-Rawafid, dan kitab  Radd ‘ala Al-Quramatah. Selain itu ada juga krangan-karangan yang ditulis Al-Maturidi yaitu Risalah fi Al-Aqaid dan syarh fi Al-Akbar.
4.      Doktrin Ahlussunnah Wal Jama’ah dan Dinamikanya
Doktrin Ahlussunnah Wal Jama’ah dibatasi  pada ajaran Al-Asy’ariah dan Al-Maturidiyah, dan diprioritaskan pada masalah-masalah yang banyak  menjadi pembicaraan di kalangan ahli Ilmu Kalam, mayoritas warga Nahdliyin. Di antara masalah tersebut berkembang dan menjadi persoalan baru lagi karena sudah kurang dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah pada masa sekarang.
 Sebagai contoh: Dalam kitab Al-Farqu Baina al-Firaq, Al-Baghdadi mengatakan dalam kaitan Hudutsul ‘Alam, bahwa bumi yang kita tempati ini “diam tidak berputar”, kalaupun bumi ini bergerak, itu karena ada sebab seperti gempa. Pendapat seperti ini harus dimaklumi sebagai keterbatasan manusiawi pada masanya dan belum ditemukannya data-data ilmiah yang terbaru, bahwa bumi itu bergerak dan terus berputar. Kita harus menyadari bahwa ilmu yang dikuasai manusia itu tetap terbatas.
Beberapa doktrin Ahlussunnah Wal Jama’ah, antara lain:
  • Masalah Ke-Maha Esaan Allah
  • Nama dan Sifat Allah
  • Al-Qur’an Firman Allah
  • Melihat Allah di Akhirat
  • Masalah perbuatan manusia
  • Orang Mu’min yangberbuat dosa besar
  • Masalah ke-Nabi-an dan ke-Wali-an
  • Masalah Mukjizat dan Karomat
  • Masalah kepemimpinan umat, dan
  • Masalah metafisika dan keakhiratan

5.      Perkembangan Ahlussunnha wal jama’ah
sejarah kehidupan yang di bangun manusia telah menghasilkan peradaban , kebudayaan dan tradisi sebagai wujud karya dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan dan tuntunan hidup yang dihadapi dalam lingkungan Negara atau wilayah tertentu. Sehingga suatu bangsa atau suku membangun kebudayaan serta peradabannya sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai sosial serta pandangan hidup yang diperoleh dari ajaran agama atau faham yang dianut  yang selalu mengalami kemajuan maupun kemunduran yang semuanya ditentukan atas dasar relevansinya dengan kehidupan dan kemanusiaan.
Dengan prinsip menyebarkan rahmat kepada seluruh alam aswaja memandang realita kehidupan dalam masyarakat secara inklusif (menyeluruh) dan independent (hakiki). Secara mutlak aswaja tidak mau terjebak dalam klaim kebenaran dalam dirinya juga tidak dalam kelompok-kelompok lain (tidak membedakan suku, ras dan bangsa), karena aswaja menganggap pluralitas (kemajemukan) dalam kehidupan ini merupakan rahmat yang harus dihadapi dengan sifat ta’aruf, membuka diri dan melakukan dialog secara kreatif untuk menjalin kebersamaan dengan saling menghormati dan saling membantu.
Oleh karena itu prinsip aswaja dalam mengembangkan kebudayaan dan peradaban  didasari prinsip moderat (tawasuth), menjaga keseimbangan (tawazun), dan toleransi (tasamuh). Sehingga dengan dasar itulah aswaja memandang peradaban dan kebudayaan modern yang baru muncul atau baru lahir sebagai hasil inovasi dan kreatifitas manusia atas dasar rasionalisme dalam menjawab tantangan yang dihadapi dalam bentuk nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sendi-sendi dasar akidah dan syari’at Islam.

































KESIMPULAN

ASWAJA merupakan ajaran yang mengikuti semua yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Sebagai pembeda dengan yang lain ada tiga ciri khas kelompok ini, yakni tiga sikap yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya, ketiga ciri tersebut adalah Al-tawassuth, Al-Tawazzun, Al-I’tidal.
Mereka mempunyai pendapat tentang masalah agama baik yang fundamental maupun divisional. Sebagai bandingan Syi’ah. Di antara mereka ada yang disebut generasi Salaf dan generasi Kholaf.
Generasi Salaf, adalah generasi awal mulai dari para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in. mereka mempercayai kebenaran ayat-ayat Mutasyabihat, yakni ayat-ayat yang mengandung arti ganda yang ada di dalam Al-Qur’an, terutama yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah, dan membenarkannya tanpa berdiskusi dan memperdebatkan arti sebenarnya,
Generasi Kholaf, adalah generasi yang muncul pada abad ke-3 Hijriah, di tengah-tengah maraknya pergolakan kehidupan intelektual umat Islam karena beberapa hal, antar lain heterogenitas (beraneka macam) masyarakat Islam, yang terdiri dari berbagai macam kebangsaan, kebudayaan dan latar belakang tradisi dan keyakinan (seperti Arab, Parsi, mesir dan lain-lain), yang membaur menjadi satu dalam komunitas Muslim, mereka saling mempengaruhi dan beradaptasi.














DAFTAR PUSTAKA


http://zulfascorner.blogspot.com/2011/05/ahlussunnah-wal-jamaah.html


Rozak, Abdul; Anwar, Rosihon, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 2001

Abdussomad, Muhyidin, Hujjah NU, Aqidah-Amaliyah-Tradisi, Khalista, Surabaya, 2008

http://faijoatmojo.blogspot.com/2011/01/makalah-pengantar-ilmu-kalam.html




[1]Lihat Tafsiir Ibni Katsiir (I/419, cet. Daarus Salaam), Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (I/79 no. 74).
[2]Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (I/71 no. 49 dan 50).
[3] Lihat kitab Shariihus Sunnah oleh Imam ath-Thabary Rahimahullah'

[4]Wasathiyyah Ahlis Sunnah bainal Firaq karya Dr. Muhammad Baa Karim Muhammad Baa ‘Abdullah (hal. 41-44).

[5] Harun Nasution, teologi Islam : Aliran Sejarah Analisa Peerbandingan, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 64.
[6] Ibid
[7] Muhammad Imarah, Tayyarat Al-Fikr Al-Islami, Dar Asy-Syuruq, Beirut, 1911, hlm. 163.
[8] Abdurraman Badawi, Madzhab Al-Islamiyyin, Dar Ilm Li Al-Malayin, 1984, hlm. 497.
[9] Ibid,hlm. 491.
[10] Imarah, Loc. Cit.
[11]Hammudah Ghurabah, Abu Al-Hasan Al-Asy’ari, Al-Hai’at Al-Ammah Li Syu’un Al-Mathabi Al-Amiriyah, kKairo, 1973, hlm. 60-61.
[12] Ahmad Hanafi, Pengantar Teologi Islam, Penerbit Al-Husna, Jakarta, 1992, hlm. 104.
[13] Jalal Muhammad Musa, Nasy’at Al-Asy’ariyah wa Tathawwaruha, Dar Al-Kitab Al-Lubnani, Beirut, 1975, hlm. 172-173.
[14] H. AR. Gibb, et al, The encyclopedia of Islam, vol, V, E.J. Brill, Leiden, 1960, hlm. 414.