ILMU KALAM
(ALIRAN ASWAJA)
Disusun
untuk memenuhi tugas semester VII
Dosen
Pembimbing:
Penyusun:
Fatchul Anwar
Fatchul Anwar
Sokolah Tinggi Agama Islam Bahrul
Ulum
Tambakberas jombang
2012
KATA
PENGANTAR
السلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد
لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه, اما بعد
Puji
syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan penulis keni’matan, yaitu berupa
kesehatan jasmani ataupun rohani sehingga dalam waktu yang ditentukan penulis
telah menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Bapak Awalluddin. yaitu
tugas Ilmu Kalam, dimana isi daripada makalah ini yaitu tentang aliran Ahlu
Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah. Dan tak lupa terima kasih penulis yang tak terhingga
kepada Bapak Awalluddin. atas apa yang telah beliau berikan
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Ilmu Kalam ini
dengan sebaik-baiknya.
Di sini penulis telah
menguraikan tugas Ilmu Kalam tentang aliran
Ahlu Al-Sunnah Wa-Al-Jama’ah yang merupakan golongan yang mengikuti
sunnah-sunhah Rosul.
Demikian sepatah kata yang diberikan oleh penulis, untuk
kurang lebihnya penulis mohon maklum atas kekurangan dari tugas ini.
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Jombang,
24 November 2012
PENULIS
DAFTAR ISI
KARTA PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A.
Latar Belakang......................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah.................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian ahlu al-sunnah wa
al-jama’ah................................................ 2
2.
Sejarah munculnya ahlussunnah
waljama’ah.......................................... 4
3.
Aliran-aliran Ahlussunnah wal
jama’ah.................................................. 6
A.
Al-Asy’ariyah............................................................................. 6
B.
Al-Maturidiyah........................................................................... 7
4.
Doktrin Ahlussunnah Wal Jama’ah
dan Dinamikanya........................... 8
5.
Perkembangan Ahlussunnha wal
jama’ah............................................... 9
KESIMPULAN........................................................................................... 11
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................. 12
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada
era zaman akhir ini bermunculan Aliran-aliran yang beraneka ragam corak dan
warnanya. Dimana masing-masing aliran mengklaim bahwa golongan merekalah yang
paling benar.
Memang
hal ini sudah disabdakan oleh Baginda Rosululloh SAW, bahwa umatnya nanti akan
terpecah menjadi 73 golongan. Dan hanya satu yang selamat dan akan masuk
syurga.
Oleh
karena itu penting bagi kita untuk mengetahui ciri-ciri golongan yang di
janjikan Rosulullah. Agar kita selamat. Atas dasar inilah penulis akan membahas
tentang golongan yang setia pada Rosulnya dan sahabatnya yang kita kenal dengan
golongan ASWAJA.
B.
Rumusan Masalah
- Apakah pengertian Ahlus Sunnah Wal Jama’ah?
- Bagaimanakah sejarah munculnya ASWAJA?
- Siapakah Aliran-aliran ASWAJA?
- Apa sajakah doktrin-doktrin ASWAJA?
- Bagaimanakah perkembangan ASWAJA?
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian ahlu al-sunnah wa
al-jama’ah
Konsep
ASWAJA selama ini masih menjadi rebutan setiap golongan, semua kelompok mengaku
dirinya adalah penganut ajaran ASWAJA dan tidak jarang juga di gunakan untuk
kepentingan sesaat. Apakah ASWAJA itu? Bagaimanakah pula dengan klaim itu,
dapatkah dibenarkan?
Aswaja
merupakan singkatan dari Ahlu Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah, dan dari situ ada tiga
kata yang membentuk istilah tersebut :
- Ahlun berarti keluarga, golongan atau pengikut
- Al-sunnah yaitu segala sesuatu yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, meliputi perbuatan, perkataan, dan ketetapanya
- Al-jama’ah yakni apa yang telah disepakati oleh para sahabat pada masa al-khulafaurrasyidin.
Sebagaimana
telah dikemukakan oleh Syekh Abdul Qodir Jalilani dalam kitab al-ghunayah li
thalibi thariq al-haqq, juz I, hal.80
فاالسٌّنة
ماسُنَّة رسول الله صلى الله عليه وسلم , والجماعة مااتّفق عليه اصحاب رَسُول
اللهِ صلّى اللهُ عليهِ وسلّمَ فى خلافة الأمَّةِ الأربعةِ الخلفاءِ الراشدينَ
الْمهديٌن رحمةُ اللهِ عليهم اجمعين ( الغنية لطالب طريق الحق جز 1 ص80 )
Artinya : Yang dimaksud dengan
al-sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW meliputi ucapan,
prilaku serta ucapan beliau. Sedangkan pengertian al-jama’ah adalah segala
sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat Rasulullah SAW. Pada masa
al-khulafaurrasyidin yang empat yang telah diberi hidayah (mudah-mudahan Allah
SWT memberi rahmat pada mereka semua). Al-Ghunyah li Thalibi Thariqi
al-Haqq juz I hal.80.
Jadi ASWAJA merupakan ajaran yang
mengikuti semua yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Sebagai pembeda dengan yang lain ada tiga ciri khas kelompok ini, yakni tiga
sikap yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya, ketiga ciri
tersebut adalah :
a.
Al-tawassuth yaitu sikap
tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri maupun ekstri kanan.
b.
Al-tawazzun yaitu seimbang
dengan segala hal termasuk dalam menggunakan dalil aqli dan dalil naqli
c.
Al-I’tidal yaitu tegak
lurus
Ketuga
prinsip tersebut dapat dilihat dalam keyakinan keagamaan (teology),
perbuata lahiriyah serta masalah akhlaq yang mengatur gerak hati(tasawwuf).
Dalam praktek keseharian , ajaran ahlu al-sunnah wa al-jama’ah dibidang teologi
tercerminkan dalam rumusan yang digagas leh Imam al-Asy’ari dan Imam
al-Maturidzi, sedangkan dalam masalah perbuatan badaniyah terwuud dalam
mengikuti madzhab empat, yakni Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam
Hambali, dan dalam tasawuf mengikuti rumusan Imam Junaidi al-Baghdadi dan Imam
al-Ghazali.
Mereka
mempunyai pendapat tentang masalah agama baik yang fundamental maupun
divisional. Sebagai bandingan Syi’ah. Di antara mereka ada yang disebut
generasi Salaf dan generasi Kholaf.
Generasi Salaf, adalah generasi awal mulai dari para sahabat, Tabi’in dan
Tabi’ut Tabi’in. mereka mempercayai kebenaran ayat-ayat Mutasyabihat, yakni
ayat-ayat yang mengandung arti ganda yang ada di dalam Al-Qur’an, terutama yang
berkaitan dengan sifat-sifat Allah, dan membenarkannya tanpa berdiskusi dan
memperdebatkan arti sebenarnya, mereka memahami ayat-ayat tersebut secara
umum saja, dan mereka menganggap adanya perdebatan sekitar hakikat makna
ayat-ayat tersebut tidak memberi maslahat bagi umumnya umat Islam.
Generasi Kholaf, adalah
generasi yang muncul pada abad ke-3 Hijriah, di tengah-tengah maraknya
pergolakan kehidupan intelektual umat Islam karena beberapa hal, antar lain
heterogenitas (beraneka macam) masyarakat Islam, yang terdiri dari berbagai
macam kebangsaan, kebudayaan dan latar belakang tradisi dan keyakinan (seperti
Arab, Parsi, mesir dan lain-lain), yang membaur menjadi satu dalam komunitas
Muslim, mereka saling mempengaruhi dan beradaptasi. Khusus menghadapi ayat-ayat
Mutasyabihat, golongan ini tidak trbatas melakukan pendekatan Tafwidl (penyarahan
total) tetapi menggunakan penafsiran yang dipandang lebih sesuai dengan ke Maha
Sucian Allah,dan ke-Maha Agungan-Nya dan lebih menjauhkan dari sikap
penyerupaan terhadap Allah dengan sifat-sifat makhluk.
Dalam buku lain di jelaskan:”Ahlus
sunnah Wal Jama’ah adalah golongan umat islam yang selalu berpegang teguh pada
kitab allah ( al-qur’an) dan susunah rosul,serta para sahabat Nabi SAW,
Melaksanakan petunjuk dari al-qur’an dan sunah rosul tersebut.[1]
Faham atau
aliran ASWAJA dalam bidang:
- Aqidah Islamiah, mengikuti faham atau madzab dari imam Abul Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi
- Fiqih, mengikuti salah satu dari madzab yang empat, yaitu: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali
- Tasawuf, mengikuti thariqah dari Imam Abul Qosim Al Junaid Al Baghdadi, Imam Ghozali.
Sehingga
apabila di ucapkan secara mutlak kata-kata ASWAJA maka kita tidak dapat
menunjuk kecuali orang-orang tersebut di atas.
2.
Sejarah munculnya ahlussunnah
waljama’ah
Ahlul- Sunnah ( اهل السنة ).
Ahlussunnah adalah mereka yang senantiasa tegak diatas islam berdasarkan Qur’an
dan Hadits yang shahih dengan pemahaman para sahabat, tabi’in, dan tabi’it
tabi’in. Penamaan istilah Ahlus Sunnah ini sudah ada sejak generasi pertama
Islam pada kurun yang dimuliakan Allah yaitu generasi Shahabat, Tabi’in dan
Tabiut Tabi’in.
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu 'anhu berkata ketika menafsirkan firman Allah
Subhanahuwa Ta'ala: "
يوم تبيض وجوه وتسود وجوه فاما الذين اسودت وجوههم اكفرتم بعد
ايما نكم فذوقوا العذاب بما كنتم تكفرون ( ال عمران: 106)
Artinya : Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan
ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya
(kepada mereka dikatakan): ‘Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu
rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu." [Ali Imran:106].
“Adapun orang yang putih wajahnya mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah,
adapun orang yang hitam wajahnya mereka adalah ahlu bid’ah dan sesat.”. [1]
Kemudian istilah Ahlus Sunnah ini diikuti oleh kebanyakan ulama Salaf
rahimahullah diantaranya:
a)
Ayyub as-Sikhtiyani Rahimahullah
(wafat th. 131 H), ia berkata, “Apabila aku dikabarkan tentang meninggalnya
seorang dari Ahlus Sunnah seolah-olah hilang salah satu anggota tubuhku.”
b)
Sufyan ats-Tsaury Rahimahullah
(wafat th. 161 H) berkata: “Aku wasiatkan kalian untuk tetap berpegang kepada
Ahlus Sunnah dengan baik, karena mereka adalah al-ghuraba’(orang yang
terasing). Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”. [2]
c)
Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah (wafat
th. 187 H) berkata: “...Berkata Ahlus Sunnah: Iman itu keyakinan, perkataan dan
perbuatan.”
d)
Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallaam
Rahimahullah (hidup th. 157-224 H) berkata dalam muqaddimah kitabnya, al-Imaan
: “ Maka sesungguhnya apabila engkau bertanya kepadaku tentang iman,
perselisihan umat tentang kesempurnaan iman, ber-tambah dan berkurangnya iman
dan engkau menyebutkan seolah-olah engkau berkeinginan sekali untuk mengetahui
tentang iman menurut Ahlus Sunnah dari yang demikian...”
e)
Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah
(hidup th. 164-241 H), beliau berkata dalam muqaddimah kitabnya, as-Sunnah:
“Inilah madzhab Ahlul ‘Ilmi, Ash-habul Atsar dan Ahlus Sunnah, yang mereka
dikenal sebagai pengikut Sunnah Rasul j dan para Shahabatnya, dari semenjak
zaman para Shahabat Radhiyallahu Ajmai'in hingga pada masa sekarang ini...”
f)
Imam Ibnu Jarir ath-Thabary
Rahimahullah (wafat th. 310 H) berkata: “...Adapun yang benar dari perkataan
tentang keyakinan bahwa kaum mukminin akan melihat Allah pada hari kiamat, maka
itu merupakan agama yang kami beragama dengannya, dan kami mengetahui bahwa
Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa ahli Surga akan melihat Allah sesuai
dengan berita yang shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam”. [3]
g)
Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad
ath-Thahawy Rahimahullah (hidup th. 239-321 H). Beliau berkata dalam muqaddimah
kitab ‘aqidahnya yang masyhur (‘Aqidah Thahawiyah): “...Ini adalah penjelasan
tentang ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”
Dengan penukilan tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa lafazh Ahlus
Sunnah sudah dikenal di kalangan Salaf (generasi awal umat ini) dan para ulama
sesudahnya. Istilah Ahlus Sunnah merupakan istilah yang mutlak untuk melawan
Ahlul Bid’ah. Para ulama Ahlus Sunnah menulis
penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus Sunnah agar ummat faham tentang ‘aqidah yang
benar dan untuk membedakan antara mereka dengan Ahlu Bid’ah. Sebagaimana telah
dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Barbahary, Imam ath-Thahawy serta
yang lainnya. Dan ini juga sebagai bantahan kepada orang yang berpendapat bahwa
istilah Ahlus Sunnah pertama kali dipakai oleh golongan Asy’ariyah, padahal
Asy’ariyah timbul pada abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah. [4]
3.
Aliran-aliran Ahlussunnha wal
jama’ah
Term
ahlussunnha wal jama’ah banyak dipakai setelah munculnya aliran Asy’ariyah dan
Maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran Mu’tazilah[5].
Harun Nasution –dengan meminjam keterangan Tasy Kubro Zadah- menjelaskan bahwa
aliran ahlussunnha wal jama’ah muncul atas keberanian dan usaha Abu Hasan
Al-Asy’ariyah sekitar tahun 300 H [6].
- Al-Asy’ariyah
Riwayat singkat Al-Asy’ariyah
Nama legkap Al-Asy’ariyah adalah Abu Al-Hasan Ali bi Isma’il bin Ishaq
bin Salim bin Isma’il bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi
Musa Al-Asy’ari [7]. Meurut
beberapa riwayat, Al-Asy’ari lahir di Bashrah pada tahun 260 H/875 M. ketika
lebih dari 40 tahun, ia hijrah ke kota Baghdad dan wafat di sana
pada tahun 324 H/935 M. [8]
Menurt ibnu Asakir, ayah Al-Asy’ari adalah seorang yang berfaham
Ahlussunnah dan ahli hadits. Ia wafat ketika Al-Asy’ari masih kecil. Sebelum
wafat, ia berwasiat kepada seorang sahabatnya yang bernama Zakariya bin Yahya
As-Saji agar mendidik Al-Asy’ari [9].
Ibu Al-Asy’ari sepeninggal ayahnya menikah lagi dengan seorang tokoh Mu’tazilah
yang bernama Abu Ali Al-Jubba’I (w. 303H/915M), ayah kandung Abu Hasyim
Al-Jubba’I (w. 321H/932M)[10].
Berkat didikan ayah tirinya itu, Al-Asy’ari kemudian menjadi tokoh Mu’tazilah,
ia sering menggantikan ayah tirinya dalam perdebatan menentang lawan-lawan
Mu’tazilah. Selain itu, banyak menulis buku yang membela alirannya [11].
Al-Asy’ari menganut faham Mu’tazilah hanya sampai ia berusia 40 tahun.
Setelah itu, secara tiba-tiba mengumumkan dihadapan jama’ah masjid Basrah bahwa
dirinya telah menunggalkan faham Mu’tazilah dan menunjukkan
keburukan-keburukannya[12]. Menurut Ibnu Asakir, yang melatar belakangi
Al-Asy’ari meninggalkan faham Mu’tazilah adalah pengakuan Al-Asy’ari telah
bemimpi bertemu dengan Rasulullah SAW sebanyak tiga kali, yaitu malam ke-10,
ke-20, dan ke-30 bulan ramadlan. Dalam tiga mimpinya itu, Rasulullah
memperigatkan agar meninggalkan faham Mu’tazilah dan membela faham yang telah
diriwayatkan dari beliau [13].
- Al-Maturidiyah
Abu Mansur Al-Maturidi dilahiran di Maturid, sebuah kota
kecil di Samarkand, wilayah Trmsoxiana di Asia
Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun kelahiranya tidak
diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3
Hijriyah. Ia wafat pada tahun 333 H/944 M [14].
Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi bernama Nasyr bin Yahya Al-Balakhi, ia
wafat tahun 268 H. al-Maturidi hidup dimasa khalifah Al-Mutawakil yang
memerintah tahun 232-274 H/847-861 M.
Karir pendidikan al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang
teologi daripada fiqih. Ini dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam
menghadapi faham-faham teologi yang banyak berkembang dalam masyarakat islam,
yang dipandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan
syara’. Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis,
diantaranya adalah Kitab Tauhid, Ta’wil Al-Qur’an, Makhas Al-syara’I,
Al-Jadl, Ushul fi Uahul ad-Din, Maqalat fi Al-Ahkam Radd Awa’il Al-Abdillah li
Al-Ka’bi, Radd Al-Ushul Al-Khamisah li Abu Muhammad Al-Bahili, Radd Al-Imamah
li al-Ba’ad Al-Rawafid, dan kitab
Radd ‘ala Al-Quramatah. Selain itu ada juga krangan-karangan yang
ditulis Al-Maturidi yaitu Risalah fi Al-Aqaid dan syarh fi Al-Akbar.
4.
Doktrin Ahlussunnah Wal Jama’ah
dan Dinamikanya
Doktrin Ahlussunnah Wal Jama’ah dibatasi pada ajaran Al-Asy’ariah
dan Al-Maturidiyah, dan diprioritaskan pada masalah-masalah yang banyak
menjadi pembicaraan di kalangan ahli Ilmu Kalam, mayoritas warga Nahdliyin. Di
antara masalah tersebut berkembang dan menjadi persoalan baru lagi karena sudah
kurang dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah pada masa sekarang.
Sebagai contoh: Dalam kitab Al-Farqu Baina al-Firaq, Al-Baghdadi
mengatakan dalam kaitan Hudutsul ‘Alam, bahwa bumi yang kita tempati ini “diam
tidak berputar”, kalaupun bumi ini bergerak, itu karena ada sebab seperti gempa.
Pendapat seperti ini harus dimaklumi sebagai keterbatasan manusiawi pada
masanya dan belum ditemukannya data-data ilmiah yang terbaru, bahwa bumi itu
bergerak dan terus berputar. Kita harus menyadari bahwa ilmu yang dikuasai
manusia itu tetap terbatas.
Beberapa doktrin Ahlussunnah Wal Jama’ah, antara lain:
- Masalah Ke-Maha Esaan Allah
- Nama dan Sifat Allah
- Al-Qur’an Firman Allah
- Melihat Allah di Akhirat
- Masalah perbuatan manusia
- Orang Mu’min yangberbuat dosa besar
- Masalah ke-Nabi-an dan ke-Wali-an
- Masalah Mukjizat dan Karomat
- Masalah kepemimpinan umat, dan
- Masalah metafisika dan keakhiratan
5.
Perkembangan Ahlussunnha wal
jama’ah
sejarah
kehidupan yang di bangun manusia telah menghasilkan peradaban , kebudayaan dan
tradisi sebagai wujud karya dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan dan
tuntunan hidup yang dihadapi dalam lingkungan Negara atau wilayah tertentu.
Sehingga suatu bangsa atau suku membangun kebudayaan serta peradabannya sesuai
dengan prinsip dan nilai-nilai sosial serta pandangan hidup yang diperoleh dari
ajaran agama atau faham yang dianut yang
selalu mengalami kemajuan maupun kemunduran yang semuanya ditentukan atas dasar
relevansinya dengan kehidupan dan kemanusiaan.
Dengan prinsip menyebarkan rahmat kepada seluruh alam
aswaja memandang realita kehidupan dalam masyarakat secara inklusif
(menyeluruh) dan independent (hakiki). Secara mutlak aswaja tidak mau terjebak
dalam klaim kebenaran dalam dirinya juga tidak dalam kelompok-kelompok lain
(tidak membedakan suku, ras dan bangsa), karena aswaja menganggap pluralitas
(kemajemukan) dalam kehidupan ini merupakan rahmat yang harus dihadapi dengan
sifat ta’aruf, membuka diri dan melakukan dialog secara kreatif untuk menjalin
kebersamaan dengan saling menghormati dan saling membantu.
Oleh karena itu prinsip aswaja dalam mengembangkan
kebudayaan dan peradaban didasari
prinsip moderat (tawasuth), menjaga keseimbangan (tawazun), dan toleransi
(tasamuh). Sehingga dengan dasar itulah aswaja memandang peradaban dan kebudayaan
modern yang baru muncul atau baru lahir sebagai hasil inovasi dan kreatifitas
manusia atas dasar rasionalisme dalam menjawab tantangan yang dihadapi dalam
bentuk nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sendi-sendi dasar
akidah dan syari’at Islam.
KESIMPULAN
ASWAJA
merupakan ajaran yang mengikuti semua yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW
dan para sahabatnya. Sebagai pembeda dengan yang lain ada tiga ciri khas
kelompok ini, yakni tiga sikap yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para
sahabatnya, ketiga ciri tersebut adalah Al-tawassuth, Al-Tawazzun,
Al-I’tidal.
Mereka
mempunyai pendapat tentang masalah agama baik yang fundamental maupun
divisional. Sebagai bandingan Syi’ah. Di antara mereka ada yang disebut
generasi Salaf dan generasi Kholaf.
Generasi
Salaf, adalah generasi awal mulai dari para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut
Tabi’in. mereka mempercayai kebenaran ayat-ayat Mutasyabihat, yakni ayat-ayat
yang mengandung arti ganda yang ada di dalam Al-Qur’an, terutama yang berkaitan
dengan sifat-sifat Allah, dan membenarkannya tanpa berdiskusi dan
memperdebatkan arti sebenarnya,
Generasi
Kholaf, adalah generasi yang muncul pada abad ke-3 Hijriah, di tengah-tengah
maraknya pergolakan kehidupan intelektual umat Islam karena beberapa hal, antar
lain heterogenitas (beraneka macam) masyarakat Islam, yang terdiri dari
berbagai macam kebangsaan, kebudayaan dan latar belakang tradisi dan keyakinan
(seperti Arab, Parsi, mesir dan lain-lain), yang membaur menjadi satu dalam
komunitas Muslim, mereka saling mempengaruhi dan beradaptasi.
DAFTAR
PUSTAKA
http://zulfascorner.blogspot.com/2011/05/ahlussunnah-wal-jamaah.html
Rozak, Abdul; Anwar, Rosihon, Ilmu Kalam, Pustaka
Setia, Bandung,
2001
Abdussomad, Muhyidin, Hujjah NU,
Aqidah-Amaliyah-Tradisi, Khalista, Surabaya,
2008
http://faijoatmojo.blogspot.com/2011/01/makalah-pengantar-ilmu-kalam.html
[1]Lihat
Tafsiir Ibni Katsiir (I/419, cet. Daarus Salaam), Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlis
Sunnah wal Jama’ah (I/79 no. 74).
[2]Syarah
Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (I/71 no. 49 dan 50).
[3] Lihat kitab Shariihus Sunnah oleh
Imam ath-Thabary Rahimahullah'
[4]Wasathiyyah Ahlis Sunnah bainal Firaq
karya Dr. Muhammad Baa Karim Muhammad Baa ‘Abdullah (hal. 41-44).
[5] Harun
Nasution, teologi Islam : Aliran Sejarah Analisa Peerbandingan, UI
Press, Jakarta,
1986, hlm. 64.
[6] Ibid
[7] Muhammad
Imarah, Tayyarat Al-Fikr Al-Islami, Dar Asy-Syuruq, Beirut, 1911, hlm. 163.
[8]
Abdurraman Badawi, Madzhab Al-Islamiyyin, Dar Ilm Li Al-Malayin, 1984,
hlm. 497.
[9] Ibid,hlm.
491.
[10] Imarah,
Loc. Cit.
[11]Hammudah
Ghurabah, Abu Al-Hasan Al-Asy’ari, Al-Hai’at Al-Ammah Li Syu’un
Al-Mathabi Al-Amiriyah, kKairo, 1973, hlm. 60-61.
[12] Ahmad
Hanafi, Pengantar Teologi Islam, Penerbit Al-Husna, Jakarta, 1992, hlm. 104.
[13] Jalal
Muhammad Musa, Nasy’at Al-Asy’ariyah wa Tathawwaruha, Dar Al-Kitab
Al-Lubnani, Beirut,
1975, hlm. 172-173.
[14] H. AR.
Gibb, et al, The encyclopedia of Islam, vol, V, E.J. Brill, Leiden, 1960, hlm. 414.